BANDUNG, SUAR MAHASISWA
Langit mulai berwarna jingga keemasan saat jarum jam menunjuk pukul lima sore. Angin berhembus lembut, membawa aroma laut yang khas. Di ujung pasir putih yang membentang luas, sekelompok orang berdiri membentuk setengah lingkaran. Mereka menunduk pelan, menyaksikan beberapa ekor tukik—anak penyu, bergerak perlahan menuju ombak yang menanti. Inilah momen yang membuat Pantai Ujung Genteng, Sukabumi, bukan sekadar tempat wisata, tetapi juga ruang untuk belajar mencintai alam.
Pantai Ujung Genteng terletak di ujung selatan Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Meski butuh waktu tempuh sekitar delapan jam dari Bandung, keindahan yang ditawarkan membuat perjalanan terasa sepadan. Hamparan pasir putih, air laut jernih kebiruan, dan suasana yang tenang membuat tempat ini cocok bagi pencari kedamaian.
Aku sendiri mengunjungi Pantai Ujung Genteng bersama tiga orang teman. Perjalanan kami bukan hanya untuk menikmati pemandangan, tetapi juga untuk merasakan langsung momen pelepasan tukik ke laut. Foto-foto kebersamaan kami dan momen pelepasan penyu sore hari akan disertakan dalam laporan ini, sebagai dokumentasi sekaligus penguat narasi pengalaman kami.
Salah satu lokasi konservasi yang aktif di kawasan ini adalah Balai Konservasi Penyu Pangumbahan, tempat di mana masyarakat dan wisatawan dapat menyaksikan langsung proses pelepasan tukik. Kegiatan pelepasan tukik biasanya dilakukan pada sore hari sekitar pukul 17.00 hingga 17.30 WIB. Namun, kegiatan ini tidak selalu berlangsung setiap hari dan bergantung pada ketersediaan tukik yang siap dilepas dan kondisi cuaca.
“Saat melihat tukik-tukik itu merangkak menuju laut, ada rasa haru yang sulit dijelaskan. Seolah kami ikut menyertai mereka kembali ke rumahnya yang luas dan penuh tantangan,” ungkapku, merefleksikan momen tersebut.
Kegiatan ini bukan hanya menjadi daya tarik wisata, tetapi juga bentuk nyata dari edukasi dan pelestarian lingkungan. Para petugas menyampaikan bahwa penyu adalah satwa yang dilindungi dan keberadaannya sangat bergantung pada kepedulian manusia.
Suasana di pantai saat sore hari terasa begitu damai. Tidak banyak keramaian, hanya suara ombak, hembusan angin, dan jejak kaki yang tertinggal di pasir. Sebuah kontras dari hiruk-pikuk kota, dan menjadi ruang kontemplatif bagi siapa pun yang datang.
Pemerintah setempat bersama pengelola konservasi terus mendorong ekowisata sebagai pendekatan yang seimbang antara pariwisata dan pelestarian. Mereka berharap semakin banyak generasi muda yang sadar akan pentingnya menjaga laut dan isinya, termasuk penyu yang kini semakin jarang terlihat di alam liar.
Mengunjungi Pantai Ujung Genteng bukan hanya tentang menikmati pemandangan. Lebih dari itu, ini adalah perjalanan untuk memahami bahwa manusia dan alam bisa berjalan berdampingan. Melihat tukik-tukik kecil berjuang menuju laut adalah pengingat bahwa kehidupan selalu dimulai dari langkah pertama, sekecil apa pun itu.
Di balik panorama Ujung Genteng yang memikat, tersimpan pelajaran besar tentang mencintai lingkungan. Tempat ini seolah mengajak kita untuk berhenti sejenak dari hiruk-pikuk kota dan meresapi kembali makna kebersamaan, ketenangan, dan kepedulian terhadap makhluk hidup lainnya.
Bagi siapa pun yang mencari ruang untuk pulih, merenung, atau sekadar melepas penat, Ujung Genteng menawarkan lebih dari sekadar pasir dan ombak. Ia menghadirkan pengalaman yang tak hanya indah dipandang, tetapi juga membekas dalam ingatan.