BANDUNG, SUAR MAHASISWA AWARD – Pada tahun 2023, Kementerian Kesehatan melaporkan bahwa prevalensi depresi di Indonesia mencapai 1,4%. Tingkat prevalensi depresi yang tertinggi terdapat pada kelompok remaja (15-24 tahun) yaitu mencapai 2%.
Survei mengenai Kesehatan mental pada anak muda di Indonesia tahun 2022 menunjukkan bahwa 5,5% remaja berusia 10-17 tahun mengalami masalah mental. Sekitar 1% remaja menderita depresi, 3,7% mengalami kecemasan, 0,9% menderita gangguan stres pasca-trauma (SPPT) dan 0,5% mengalami Attention-deficit/hyperactivity disorder (ADHD). Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, 6,2% dari penduduk usia 15-24 mengalami depresi.
Apa itu depresi?
Depresi bukan hanya terkait dengan rasa sedih. Kondisi kesehatan mental yang kerap membuat penderitanya merasa terjebak dalam kesunyian di tengah keramaian. Sebagian besar orang yang menderita depresi mengalami kesulitan dalam berkomunikasi dan menyampaikan perasaan mereka. Bukan karena tidak ingin, tetapi karena tidak bisa. Ungkapan sulit untuk dirangkai, dan perasaan sering terpendam.
Alasan Mengapa Komunikasi Menjadi Sulit Ketika Mengalami Depresi
Kesulitan untuk berkomunikasi saat depresi muncul karena ketidakmampuan untuk menentukan apa yang dirasakan, perasaan seperti sedih, hampa, dan tidak berdaya sulit untuk diungkapkan dengan kata-kata. Selain itu, penderita depresi sering kali merasa tidak berguna, merepotkan, dan merasa malu dengan situasinya. Inilah yang membuat mereka menarik diri untuk tidak berbagi dengan orang lain.
Kebingungan perasaan juga mengakibatkan penderita depresi sulit untuk mengerti dan mengenali apa yang sesungguhnya mereka alami. Kesulitan untuk menyusun perasaan dalam bentuk kata-kata membuat penderitanya kesulitan dalam menyampaikan apa yang dirasakan.
Ketakutan akan penolakan membuat individu dengan depresi memiliki pemikiran negatif yang terus-menerus mengenai pandangan orang lain terhadap perasaan yang dialaminya. Rasa takut bahwa pendengar tidak akan memahami dan menganggap remeh perasaannya membuatnya memilih untuk tetap diam.
Bagaimana Kita Dapat Membantu?
Menjadi pendengar yang setia, kadang-kadang penderita depresi hanya ingin didengarkan dan tidak memerlukan solusi, saran, atau perdebatan, hanya ingin didengar melalui kehadiran yang tenang. Memberikan waktu dan tempat bagi penderita untuk bercerita, menawarkan diri untuk selalu ada dan menunggu kapan saja mereka siap berbagi.
Sediakan waktu bersama meskipun hanya dengan duduk berdua, memeluk serta menggenggam tangan agar mereka tidak merasakan kesendirian dan kesepian. Kadang-kadang, hal-hal kecil itu memberikan pengaruh besar bagi penderita depresi untuk pulih dan bersikap lebih terbuka.
Depresi bukan tanda ketidakberdayaan. Kesulitan berkomunikasi bukan berarti orang tersebut tidak ingin sembuh. Ketika kata tidak bisa berbicara, kita perlu tetap ada, memahami Bahasa tanpa suara, dan membantu mereka menemukan kembali suara yang hilang.
Penulis:
Risyaidah