Gagal Masuk PTN Bukan Akhir Dunia, Tapi Awal Jalanmu Sendiri
Gagal Masuk PTN Bukan Akhir Dunia, Tapi Awal Jalanmu Sendiri

Gagal Masuk PTN Bukan Akhir Dunia, Tapi Awal Jalanmu Sendiri

Opini
7 Juli 2025

BANDUNG, SUAR MAHASISWA AWARDS — Setiap tahun, momen pengumuman hasil seleksi masuk perguruan tinggi negeri (PTN) menjadi titik penting bagi para siswa di seluruh Indonesia. Bagi sebagian, ini adalah awal dari impian yang terwujud.

Namun bagi sebagian lainnya, justru menjadi awal dari kekecewaan yang mendalam. Dua kata seperti “tidak lolos” terdengar sederhana, namun bagi sebagian orang, itu cukup untuk mengguncang kepercayaan diri dan menggoyahkan harapan yang telah dibangun lama.

Pandangan masyarakat yang terlalu mengagungkan PTN berperan besar dalam membentuk tekanan itu. Sejak di bangku sekolah, banyak siswa didorong untuk menjadikan PTN sebagai tujuan utama, bahkan satu-satunya pilihan yang dianggap membanggakan.

Sayangnya, ini juga melahirkan anggapan bahwa bila tidak berhasil masuk PTN, maka seseorang dianggap gagal. Sementara itu, pilihan lain seperti kuliah di perguruan tinggi swasta, sekolah vokasi, atau jalur non-akademik sering kali belum mendapat pengakuan yang setara.

Padahal, realitas dunia hari ini tidak lagi sesederhana itu. Kesuksesan seseorang tidak ditentukan oleh satu nama kampus. Banyak perusahaan kini lebih menilai kompetensi, pengalaman, dan karakter kerja dibanding sekadar latar belakang institusi pendidikan.

Perkembangan dunia digital bahkan telah membuka lebih banyak jalur pembelajaran alternatif—dari kursus daring, bootcamp, magang, hingga pengalaman langsung di lapangan yang semuanya bisa membentuk kualitas seseorang.

Saya sendiri termasuk dari mereka yang merasakan tidak lolos dalam seleksi masuk PTN.

Saat mengikuti ujian pada tahun 2018, saya tidak diterima. Awalnya tentu berat, karena ekspektasi saya tinggi. Namun, setelah mempertimbangkan kembali, saya memutuskan untuk melanjutkan kuliah di perguruan tinggi swasta. Di situlah saya mulai menyusun ulang langkah-langkah saya, meski jalur yang saya tempuh berbeda dari yang saya harapkan sebelumnya.

Masa-masa awal bukan tanpa tantangan. Ada rasa minder, terutama saat membandingkan diri dengan teman-teman yang berhasil masuk PTN favorit. Tapi seiring berjalannya waktu, saya mulai menyadari bahwa jalur ini tetap bisa saya maksimalkan. Saya belajar di program studi yang sesuai minat saya, menemukan lingkungan yang mendukung, dan berproses dalam ruang yang membuat saya tumbuh.

Kini, di tahun 2025, saya sudah menempuh semester enam sambil bekerja. Aktivitas kuliah dan pekerjaan berjalan beriringan. Tentu melelahkan, tetapi sangat membentuk karakter saya. Saya belajar mengelola waktu, menjaga komitmen, dan mengenal dunia kerja secara langsung. Dari situ, saya mulai menemukan arah karier yang ingin saya jalani, sekaligus menyadari bahwa proses itu sendiri justru lebih penting dari rencana semula yang tidak tercapai.

Dari pengalaman ini, saya belajar bahwa sebuah kegagalan di awal tidak mendefinisikan siapa kita selamanya. Justru, dalam momen-momen itu, seseorang bisa mengenali dirinya dengan lebih jujur. Banyak jalan menuju kesuksesan, dan tidak semuanya harus melalui jalur yang dianggap “standar” oleh masyarakat. Bahkan jalan memutar pun bisa membawa kita ke tempat yang tepat, jika dijalani dengan tekun.

Sayangnya, sistem pendidikan kita belum sepenuhnya siap membimbing siswa untuk menghadapi kegagalan. Kurangnya bimbingan karier yang realistis dan kurangnya ruang diskusi soal opsi pendidikan membuat banyak siswa merasa terjebak ketika gagal masuk PTN. Akhirnya, rasa kecewa tumbuh besar, padahal seharusnya bisa diarahkan menjadi motivasi baru.

Di sinilah pentingnya kita, sebagai individu maupun bagian dari masyarakat, untuk mengubah cara pandang. Bahwa sukses bukan milik mereka yang hanya diterima di kampus negeri. Sukses adalah milik mereka yang terus mau belajar, beradaptasi, dan tidak berhenti melangkah meskipun jalannya tidak lurus. Kita perlu mulai menghargai proses setiap orang, terlepas dari jalur pendidikan yang mereka pilih.

Saya pribadi merasa bersyukur karena tidak berhenti saat menghadapi penolakan di awal. Jika saya waktu itu menyerah, mungkin saya tidak akan belajar sebanyak ini. Saya tidak akan tahu bagaimana rasanya membagi waktu antara kuliah dan pekerjaan, bagaimana mengatur target hidup sendiri, dan bagaimana bertahan saat keadaan tidak ideal. Semua itu menjadi pembelajaran penting yang tidak saya dapatkan di ruang kelas saja.

Untuk kamu yang mungkin sedang mengalami kekecewaan karena tidak diterima di PTN, izinkan saya menyampaikan: kamu tidak sendiri. Banyak orang hebat memulai perjalanannya dari kegagalan. Jangan merasa jalanmu buntu. Justru ini bisa menjadi kesempatan untuk mengenal diri sendiri lebih jauh, mengeksplorasi hal-hal baru, dan menentukan jalan yang lebih sesuai.

Hidup tidak selalu berjalan sesuai rencana. Tapi yang membuat kita terus maju adalah kemampuan untuk menyesuaikan langkah, mencari peluang lain, dan tetap berusaha dengan cara kita sendiri. Masa depan itu dibentuk, bukan ditentukan hanya oleh satu ujian. Dan sering kali, jalan yang paling tidak direncanakan justru membuka peluang yang paling berharga.

Maka, mari ubah cara pandang. Mari mulai mengukur keberhasilan bukan hanya dari tempat seseorang kuliah, tetapi dari usaha, ketekunan, dan sikapnya terhadap tantangan hidup. Sebab pada akhirnya, hidup bukan hanya tentang berhasil atau gagal di satu titik. Tapi tentang bagaimana kita terus melangkah, belajar dari setiap rintangan, dan tumbuh menjadi versi terbaik dari diri kita sendiri.

Penulis: 

Azzahra Amelia Putri

2 Suka

3
Bagikan

Artikel Terkait 

1000016401
OIF-1
www.istockphoto